A. Teori Motivasi
1. Teori Isi (Content Theory)
Teori isi terdiri dari 4 teori pendukung, yaitu :
a. Teori Hirarki Kebutuhan ( A. Maslow)
Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan kita terdiri dari lima kategori :
1) fisiologis (physiological),
2) keselamatan atau keamanan (safety and security),
3) rasa memiliki atau social (belongingness and love),
4) penghargaan (esteem),
5) aktualisasi diri (self actualizatin).
Menurutnya kebutuhan-kebutuhan ini berkembang dalam suatu urutan hierarkis, dengan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling kuat hingga terpuaskan. Kebutuhan ini mempunyai pengaruh atas kebutuhan-kebutuhan lainnya selama kebutuhan tersebut tidak terpenuhi. Suatu kebutuhan pada urutan paling rendah tidak perlu terpenuhi secara lengkap sebelum kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi menjadi aktif.
b. Teori E-R-G ( Clayton Alderfer)
Alderfer (1972) mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah ;
1) Eksistence (E) atau Eksistensi. Meliputi kebutuhan fisiologis sepeerti lapar, rasa haus, seks, kebutuhan materi, dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
2) Relatedness (R) atau keterkaitan. Menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi kita, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja.
3) Growth (G) atau pertumbuhan. Meliputi kenginginan kita untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan kita.
Alderfer menyatakan bahwa, pertama, bila kebutuhan akan eksistensi tidak terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan lainnya mungkin masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Kedua, meskipun suatu kebutuhan terpenenuhi, kebutuhan dapat berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan.
Jadi secara umum mekanisme kebutuhan dapat dikatakan sebagai berikut
1) Frustration – Regression
2) Satisfaction – Progression
c. Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland)
Menurut McClelland, ada tiga hal yang sangat berpengaruh, yang memotivasi seseorang untuk berprestasi. Ke tiga motif itu adalah ;
1) Achievement Motive (nAch): Motif untuk berprestasi
Masyarakat dengan keinginan berprestasi yang tinggi cenderung untuk menghindari situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang berisiko sangat tinggi. Situasi dengan resiko yang sangat kecil menjadikan prestasi yang dicapai akan terasa kurang murni, karena sedikitnya tantangan. Sedangkan situasi dengan risiko yang terlalu tinggi juga dihindari dengan memperhatikan pertimbangan hasil yang dihasilkan dengan usaha yang dilakukan. Pada umumnya mereka lebih suka pada pekerjaan yang memiliki peluang atau kemungkinan sukses yang moderat, peluangya 50%-50%. Motivasi ini membutuhkan feed back untuk memonitor kemajuan dari hasil atau prestasi yang mereka capai.
2) Affiliation Motive (nAff): Motif untuk bersahabat.
Mereka yang memiliki motif yang besar untuk bersahabat sangat menginginkan hubungan yang harminis dengan orang lain dan sangat ingin untuk merasa diterima oleh orang lain. Mereka akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan sistem norma dan nilai dari lingkungan mereka berada. Mereka akan memilih pekerjaan yang meberikan hasil positif yang signifikan dalam hubungan antar pribadi. Mereka kana sangat senang menjadi bagian dari suatu kelompok dan sangat mengutamakan interaksi solsial. Mereka umumnya akan maksimal dalam pelayanan terhadap konsumen dan interkasi dengan konsumen (customer service and client interaction situations).
3) Power Motive (nPow) : Motif untuk berkuasa
Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
a) Personal power. Mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi cenderung untuk memerintah secara langsung, dah bahkan cenderung memaksakan kehendaknya.
b) Institutional power. Mereka yang mempunyai institutional power motive yang tinggi, atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
d. Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)
Herzberg (1966) mencoba menentukan faktor-faktor apa yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi. Ia menemukan dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia :
1) Kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan kerja atau disebut juga motivator. Meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi.
2) Kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja
Disebut juga factor pemeliharaan (maintenance) atau kesehata (hygiene), meliputi gaji, pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan ditempat kerja. Faktor ini berkaitan dengan lingkungan atau konteks pekerjaan alih-alih dengan pekerjaan itu sendiri.
2. Teori Proses (Process Theory)
Teori ini juga terdiri dari empat teori pendukung, yaitu :
a. Equity Theory (S. Adams)
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
1) Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.
2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan suatu persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain :
1) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
2) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan.
b. Expectancy Theory ( Victor Vroom)
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut :
1) Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
2) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan.
3) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa :
1) Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu
2) Hasil tersebut punya nilai positif baginya
3) Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha.
c. Goal Setting Theory (Edwin Locke)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
1) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
2) tujuan-tujuan mengatur upaya;
3) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
4) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori ini juga mengungkapkan hal hal sebagai berikut :
1) Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai.
2) Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat.
3) Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk bertingkah laku.
d. Reinforcement Theory ( B.F. Skinner)
Teori ini didasarkan atas “hukum pengaruh”. Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang.
Rangsangan yang didapat akan mengakibatkan atau memotivasi timbulnya respon dari seseorang yang selanjutnya akan menghasilkan suatu konsekuensi yang akan berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Konsekuensi yang terjadi secara berkesinambungan akan menjadi suatu rangsangan yang perlu untuk direspon kembali dan mengasilkan konsekuensi lagi. Demikian seterusnya sehingga motifasi mereka akan tetap terjaga untuk menghasilkan hal-hal yang positif.