Selasa, 19 Oktober 2010

Hukum Jinayat

A. Jinayat
Jinayat adalah bentuk jama’ dari jinayah. Menurut bahasa, jinayat bermakna penganiayaan terhadap badan, harta atau jiwa. Sedangkan menurut istilah, jinayat adalah pelanggaran terhadap badan yang didalamnya mewajibkan qishash atau harta. Salah satu jinayat yang paling besar adalah sanksi bagi tindak pembunuhan.
Membunuh artinya melenyapkan jiwa seseorang, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, dengan niat yang mematikan atau tidak mematikan. Orang membunuh berarti melanggar tiga macam hak, yaitu hak Allah, hak orang yang terbunuh dan hak ahli waris yang terbunuh. Macam-macam pembunuhan yang terjadi pada manusia ada tiga macam.
Pertama, pembunuhan disengaja. Pembunuhan yang disengaja adalah sesuau pembunuhan yang sudah direncanakan dengan menggunakan alat-alat tertentu yang dapat mematikan. Hukumannya adalah qishas bagi pelakunya, yaitu membunuh si pembunuhnya sebagai balasan atas perbuatannya membunuh orang dengan sengaja, hal ini berlaku bila wali yang dibunuh tidak memaafkan. Namun apabila ada pengampunan, maka diyatnya harus diserahkan kepada walinya, kecuali jika mereka ingin bersedekah.
Kedua, pembunuhan mirip sengaja. Pembunuhan mirip sengaja adalah ppembunuhan yang sengaja dilakukan, dengan menggunakan alat yang umumnya tidak bisa membunuh seseorang. Kadang-kadang maksudnya hanya untuk menyiksa saja, atau memberi pelajaran tapi kebablasan. Hukumannya berupa diyat yang sangat besar, yakni menyerahkan 100 ekor unta dan 40 ekor diantaranya dalam keadaan bunting.
Ketiga, pembunuhan tidak disengaja. Pembunuhan tidak sengaja adalah pembunuhan karena kesalahn semata-mata, tanpa direncakan dan tidak ada maksud sama sekali. Bentuknya sendiri terdiri dari dua macam. Pertama, misalnya pelaku melakukan tindakan yang ia sendiri tidak bermaksud menipakannya kepada pihak yang terbunuh, namun menimpa orang tersebut hingga akhirnya terbunuh. Kedua, misalnya pelaku membunuh seseorang kafir, tetapi ternyata yang ia bunuh itu muslim, namun menyembunyikan keislamannya. Hukumannyapun berbeda-beda, jika pembunuhan yang terjadi seperti bentuk pertama, maka tersangka harus membebaskan budak, jika tidak ada budak harus berpuasa 2 bulan secara berturut-turut. Namun jika pembunuhannya seperti bentuk kedua, maka ia hanya diwajibkan membayar karafat saja dan tidak wajib bayar diyat.
1. Diyat
Diyat adalah harta benda yang wajib diberikan sebagai denda bagi pelaku atau korban atau walinya akibat tindak kejahatannya. Diyat dapat meliputi denda sebagai pengganti qishas, atau denda selain qishas. Sebab-sebab diadakannya Diyat.
a. Keluarga yang Tebunuh Memaafkan
Dalam hal pembunuhan sengaja, jika keluarga korban yang terbunuh memaafkan, maka qishas dapat digantikan dengan diyat yang dibayarkan kepada keluarga korban.
b. Pelaku Pembunuhan Melarikan Diri dan Tidak Diketahui Lagi
Bila pembunuh menghilang, namun identitas dirinya diketahui nyata, maka keluarga korban dapat menuntut diyat kepada ahli waris pembunuh.
c. Susah Diukur Kadar untuk Dilaksanakan Qishas
Yaitu apabila seseorang melukai anggota tubuh orang lain yang sulit diukur kedalaman lukanya.
2. Kifarat
Membayar kifarat yaitu memerdekakan budak muslim yang tanpa cacat yang bisa mengurangi prestasi kerja dan mencari mata pencaharian. Jika tidak sanggup, harus berpuasa selama 2 bulan berturut-turut. Jika masih tidak tidak sanggup juga, misalnya karena sudah tua, sakit atau jika berpuasa akan mendapatkan kesengsaraan yang berat. Menurut imam Syafi’i, sebagai gantinya harus memberi makan 60 orang dan setiap orngnya diberi satu mud makanan (beras). Kifarat ada dua macam, yaitu:
a. Kifarat Pembunuhan
b. Kifarat Dhihar
Apabila suami hendak mencampuri istri didhiharnya/mengawininya kembali, maka sebelum ia melaksanakan kehendaknya itu, ia wajib membayar kifarat. Kifarat dhihar ada tiga tingkatan, yaitu
1) Memerdekakan budak.
2) Kalau tidak ada, puasa dua bulan berturut-turut.
3) Kalau tidak sanggup, wajib memberi makan 60 orang miskin, yang masing-masing memperoleh ¼ bagian dari kewajiban seseorang membayar zakat fitrah, yaitu ½ dari 2,5 kg.

B. Qishash
Qishash artinya balasan. Menurut syara’ artinya menghukum pembunuh dengan balasan yang sama ketika melakukan kejahatan.
1. Hukuman Qishash Wajib Dilaksanakan Apabila Memenuhi Syarat-syarat.
a. Pembunuh adalah orang yang sudah baligh dan berakal. Jadi, jika pembunuhan ini dilakukan oleh anak-anak atau orang gila maka tidak diberlakukan hukum qishash.
b. Pembunuh dan orang yang dibunuh sama-sama muslim dan merdeka (bukan hamba sahaya).
c. Orang yang terbunuh itu terpelihara darahnya (bukan orang jahat). Seorang muk’min yang membunuh orang kafir, murtad, atau pezina tidak dikenakan qishash, melainkan dijatuhi hukuman lain menurut pertimbangan hukum syara.
Ketentuan mengenai qishash, termasukmenghilangkan jiwa seseorang juga berlaku bagi rusaknya anggota badan nseseorang secara tetap. Misalnya memotong tangan, kaki, jari-jari, mata, hidung dan sebagainya. Hukumannya adalah harus dipotong pula anggota tubuh pelakunya setimpal dengan perbuatannya.
Namun apabila, keluarga korban memanfaatkan maka tidak wajib diqishash melainkan dikenai diyat, sedangkandalam melukai dengan sengaja dapat diqishash atau disamakan kadar baik diukur secara tepat maka dikenakan diyat.
2. Kesalahan-kesalahan yang Wajib Dikenakan Hukuman Qishash.
a. Membunuh orang lain dengan sengaja.
b. Menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain dengan sengaja.
c. Melukai orang lain dengan sengaja.
Hukuman membunuh orang lain dengan sengaja wajib dikenakan hukuman qishash dengan dibalas dibunuh.

C. Hudud
1. Jenis-jenis Hudud
a. Had Zina
Zina artinya melakukan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki hubungan suami istri dan bukan pula budaknya. Ada cara yang dijadikan dasar bahwa seseorang tersebut benar-benar berbuat zina, sehingga harus dikenakan had.
1) Empat orang saksi dengan syarat, semua laki-laki dan adil. Kesaksiannya pun sama tentang waktu, tempat pelaku dan cara melakukannya.
2) Pengakuan pelaku sendirinya dengan syarat dia sudah balig dan berakal sehat.
Macam-macam Zina dan Hadnya.
1) Zina muhshan, yaitu perbuatan zina yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah atau pernah menikah. Hadnya adalah rajam (dilempar dengan batu yang sederhana) sampai mati.
2) Zina ghoiru muhshan, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang belum pernah menikah. Hadnya adalah dicambuk seratus kali dan dibuang ke luar kota selama satu tahun.
Adapun anak-anak yang belum baligh dan orang gila tidak didera, baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan budak hukumanya setengah dari orang merdeka baik muhshan ataupun goiru muhshan.
b. Had Qadzaf
Qadzaf secara harfiah berarti melempar atau menuduh. Sedangkan menurut istilah adalah menuduh orang melakukan zina. Menuduh orang yang melakukan zina adalah dosa besar, dan jika tuduhan itu tidak dilengkapi bukti-bukti yang sah menurut syara’, maka baginya terkena hukum dera delapan puluh kali. Adapun syarat yang mewajibkan dera delapan puluh kali, diantaranya:
1) Keadaan yang menuduh sudah baligh, berakal, dan bukan ibu bapak atau nenek dari yang menuduh.
2) Keadaan yang tertuduh orang islam, sudah baligh, berakal dan terpelihara (orang baik-baik).
Adapun syarat yang membatalkan hukum dera delapan puluh kali adalah:
1) Menghadirkan saksi empat orang, yang menerangkan bahwa yang tertuduh itu betul-betul berzina.
2) Dimaafkan oleh yang tertuduh.
3) Orang yang menuduh idtrinya berzina, dapat ia terlepas dari hukum qadzaf dengan li’an, yaitu mengucapkan tuduhan itu empat kali dan yang ke lima kali disertai kutukan pada dirinya bila yang dituhkan itu dusta.
c. Had Peminum Khamar
Sesuai dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh H.R. Muslim bahwa “Setiap barang yang memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar hukumnya haram.” Berarti Khamar itu bukan hanya yang jenisnya minuman tapi apapun yang bersifat memabukkan, semua itu haram. Haram karena bisa menghilangkan akal dan menghilangkan akal merupakan dosa besar. Hukumannya adalah didera 40 kali, tapi menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Ahmad bin Hambali berpendapat bahwa pukulan itu 80 kali sesuai dengan ijin sahabat.
Orang yang melakukan kesalahn yang wajib dikenakan hukuman adalah yang memebuhi kriteria dibawah ini,
1) Baligh
2) Berakal
3) Keinginan sendiri tanpa dipaksa oleh siapa pun
4) Minuman itu masuk kedalam rongga melalui mulut.
Untuk anak-anak yang belum baligh atau orang gila tidak boleh dikenakan hukuman had kepada mereka, karena perbatan mereka itu tidak bisa dianggap sebagai perbuatan jinayah syar’iyyah.
d. Had Pencurian
Mencuri adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi dari penyimpangan barang yang semstinya. Ada tiga unsur yang terkandung dalam pencurian, yaitu:
1) Mengambil milik orang lain
2) Cara mengambilnya sembunyi-sembunyi
3) Barang yang diambil disimpan di tempat penyimpanan.
Untuk dikatakan pencurian dan dikenakan hukuman atau had harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya:
1) Pencuri sudah baligh dan berakal sehat dan dilakukan dengan kehendak sendiri.
2) Barang yang dicuri ada satu nisab seharga ¼ dinar (kurang lebih 9,36 mas) dan barang itu diambil dari tempat yang layak sebagai tempat penyimpanan barang berharga. Barangnya bukan kepunyaan si pencuri, dan tidak ada keterangan bahwa si pencuri punya hak atas barang yang dicurinya.
Jika syarat-syarat itu sudah terpenuhi maka diberikan had bila ada:
1) Kesaksian dua orang saksi laki-laki yang adil dan mredeka.
2) Pengakuan dari pelaku pencurian sendiri.
3) Sumpah dari orang yang mengadukan perkara.
Sesuai dengan Hadits Rasulullah menurut H.R Syafi’i, bahwa mula-mula dia mencuri, hukumannya potong tangan kanan. Kali kedua, potong kaki kirinya. Kali ketiga, potong tangan kirinya. Kali keempat, potog kaki kanannya. Dan jika tidak kapok-kapok, dipenjarakan samapai taubat.
e. Had Pelaku Bughat
Pengetian Bughat menurut syara’ adalah orang-orang yang menentang atau memberontak kepada pemimpin pemerintahan islam ynang sah. Dan kaum muslim bisa dikatakan bughat apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1) Mereka memiliki kekuatan, berarti merka bisa melawan penguasa atau kepala negara.
2) Mereka telah keluar dan tidak mengikuti perintah penguasa.
3) Merka mempunyai alasan, untuk keluar dari alasan itu dianggap benar oleh mereka.
4) Mereka mempunyai pimpinan yang ditaati.
5) Mereka mempunyai pengikut yang setuju dengan tindakan mereka.
Dalam menghadapi pembangkan tindakan hukum yang dilakukan terhadap merka adalah diutamakan dengan tindakan dialogis dan persuasif. Sedang memerangi mereka adalah jalan terakhir.
f. Murtad dan Meninggalkan Shalat
1) Murtad
Murtad adalah keluar dari Islam. Murtad merupakan kekafiran yang paling buruk. Hukumannya berupa perintah untuk kembali, diulang sampai tiga kali, jika tetap tidak mau mendengarkan, maka wajib untuk dibunuh jika yang murtadnya orang yang merdeka. Dan orang yang mati dalam keadaan murtad, tidak boleh cara mengurus mayatnya dengan tata cara islam.
2) Meninggalkan Shalat
Orang yang meninggalkan shalat ada dua macam, yaitu
a) Meninggalkan shalat karena ia berpendapat bahwa shalat itu tidak wajib baginya. Ketentuan hukumnya bagi orang seperti ini adalah sama dengan yang murtad.
b) Meninggalkan shalat karena malas tetapi dirinya berkeyakinan bahwa shalat itu wajib hukumnya. Terhadap orang ini maka dituntut supaya bertaubat dan menunaikan kewajiban shalat. Kalai menolak boleh dibunuh, tetapi jenaxahnya seperti berlaku atas hukum islam.
D. Ta’zir
1. Jenis-jenis Ta’zir
a. Sanksi Hukuman Mati
Khalifah boleh menjatuhkan sanksi hukuan mati dalam ta’zir. Meskipun sanksi pembunuhan termasuk hudud, yang ditujukan bagi pezina muhshan, liwath, juga ada hadits yang melarang had dijatuhkan pada kasus selain had, akan tetapi sanksi pembunuhan itu sendiri berbeda dengan sanksi jilid yang ditetapkan sebagai had untuk sanksi jilid masih mungkin untuk mengurangi hadnya sedangkan sanksi hukuman mati adalah had satu-satunya.
b. Jilid
Yaitu memukul dengan cambuk atau dengan alat sejenis.
c. Penjara
Memenjarakan secara syar’i adalah menghalangi atau melarang seseorang untuk mengatur dirinya sendiri. Baik itu dilakukan di dalam ngeri, rumah, mesjid, di dalam penjara atau di tempat-tempat lain.
d. Pengasingan
Pengasingan adalah membuang seseorang di tempat yang jauh. Hukuman pengasingan ini tidak boleh dipanjangkan waktunya. Sebab tidak ada nash yang menerangkan batas maksimal bagi sanksi pengasingan.
e. Al-Hijri
Pemboikotan yaitu seorang penguasa menginstruksikan masyarakat utnuk tidak bicara dengan seseorang dalam batas waktu tertentu.
f. Salib
Sanksi ini berlaku dalam satu kondisi, yaitu jika sanksi bagi pelaku kejahatan adalah hukuman mati. Penyaliban tidak boleh dijadikan sebagai sanksi yang berdiri sendiri, sebab hal itu merupakan penyiksaan.
g. Ghuramah
Ganti rugi, yaitu hukuman bagi orang yang berdosa dengan cara membayar harta sebagai sanksi atas dosanya.
h. Melenyapkan Harta
Yaitu menghancurkan harta benda sampai rusak dan habis, agar tidak bisa dimanfaatkan lagi.
i. Mengubah Bentuk Barang
Yaitu dengan mengubah bentuk atau sifatnya. Untuk menghilangkan keharamannya.
j. Tahdid ash-Shadiq
Ancaman yang nyata, yaitu pelaku dosa idancam dengan sanksi jika ia mengerjakan tindak dosa.
k. Wa’dah
Nasihat, yaitu secara qadliy menasehati pelaku dosa dengan memperingatkannya dengan azab Allah SWT.
l. Hurman
Pencabutan yaitu menghukum pelaku dosa dengan pencabutan pada sebagian hak maliyyahya.
m. Tawbikh
Percelaan, yaitu mencela pelaku dosa dengan kata-kata.
n. Tasyhir
Publikasi yaitu mempublikasikan orang yang dikenai sanksi untuk menghilangka kepercayaan masyarakat terhadap orang tersebut.
2. Jenis-jenis Kasus Ta’zir
a. Pelanggaran terhadap kehormatan (harga diri), yaitu perbuatan-perbuatan cabul, penculikan, perbuatan-perbuatan melanggar kesopanan, perbuatan-erbuatan yang berhubungan dengan suami istri.
b. Pelanggaran terhadap kemuliaan.
c. Perbuatan yang merusak akal.
d. Pelanggaran terhadap harta: penipuan, pengkhiatan terhadap amanah harta, penipuan dalam muamalat, pailit, gashab (pinjam tanpa ijin) dan tambahan.
e. Gangguan keamanan : mengganggu keamanan negara
f. Subversi
g. Perbuatan yang berhubungan dengan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar